Presiden Guyonan
Sebenarnya
ini buku lama, tapi moment-nya
kok rasanya pas buat dibaca lagi ya… “Presiden Guyonan” pertama kali
diterbitkan dalam rupa buku pada tahun 2008 lalu. Buku ini merupakan kumpulan
dari kolom mingguan terpilih yang ditulis Butet Kartaredjasa di Suara Merdeka
sejak September 2007.
Butet yang
mengaku sebagai seorang anggota “FPG” alias Front Penggemar Guyonan, memang
berniat “mengajak pembaca bercanda agar menanggapi masalah tak harus selalu
ngotot dan kenceng, apalagi dengan mengepalkan tinju. Dengan melihat persoalan
lebih rileks, lebih sumeleh…” Dari persoalan
politik, sosial, ekonomi, soal larangan merokok, sampai soal umum yang muncul
dalam sebuah keluargapun dibicarakan khas Butet. Ndagel namun tetap satir juga… Lho,
maksudnya… ?
Mohamad
Sobary, dalam kata pengantarnya, menyebut gaya Butet ini sebagai khas Yogya. Di
mana persoalan ‘ndak mesti selalu dihadapi dengan mengerutkan
kening atau menarik urat leher, apalagi otot lengan, kaki, dll. Tetapi kadang
persoalan cukup diladeni dengan “Ngguyu… alias menertawakan. Ini konsep
campur aduk antara mengkritik, sekedar membuat lelucon, mengejek, atau
mencemooh, sekaligus diam-diam membalas dendam. Mengejek, sekaligus mencemooh,
ini serius dan sering mengandung beban atau muatan politik.” Tidak gentleman dan macho mungkin buat masyarakat dari budaya lain, tapi memang
kadang lebih efektif membantu melihat persoalan dari perspektif yang sama
sekali lain… dan tentu saja biasanya lebih menyenangkan ya… he..he..
Mengapa
Butet bisa dan “boleh” seperti itu? Menurut Sobari hal itu karena “Butet
berada di garis pinggir kekuasaan, dari tempat di mana menertawakan gerak-gerik
mereka yang berkuasa menjadi sejenis kebajikan moral. Ini merupakan moralitas
orang-orang yang bersikap resisten terhadap keangkuhan penguasa, atau siapa
saja yang berlagak sok kuasa.”
Tokoh utama
Butet dalam buku ini ini adalah keluarga Mas Celathu. Kata “celathu” buat orang Yogya memang punya
makna lain. “Celathu” artinya berujar atau menyahut atau nyeletuk atau
menyambar omongan. Tokoh si Mas Celathu ini hobinya memang melontarkan
celetukan atau komentar yang terkesan asal bunyi saja. Bukan celetukan yang
sekedar menyambar omongan orang macam acara “lawak-lawakan” yang makin banyak di
tv itu, tetapi lebih sebagai bentuk laku mengomentari peristiwa yang
ada di sekitarnya. Mungkin juga bukan selalu soal yang “penting-penting amat.”
Meski tidak mirip sekali, lakonnya agak miriplah dengan Danang dan Darto di
acara “The Comment” yang sedang moncer di Net.tv. (Menurut saya lho ini...)
Pada satu
bagian di buku ini dikisahkan bagaimana menjelang Pemilu, mas Celathu dan istrinya
berkeliling kota dan berhenti untuk memberi hormat setiap bertemu spanduk atau
poster Caleg yang sibuk menarik simpati. Alasannya sederhana saja: “Kasihan,
kan, mereka itu. Mosok sudah susah-susah menyapa rakyat dicuekin. Dengan kasih
hormat begini, artinya kami mencoba memberi makna atas eksistensinya.”
Sementara pada bagian lain mas Celathu juga mengomentari perilaku Caleg yang
“numpang ngetop” dengan memasang wajah tokoh terkenal tertentu, atau mengaku
sebagai “Ayahnya Donna Agnesia” atau “Menantu Cucunya Jenderal Sudirman.”
Berhubung
penulisnya adalah penduduk “Republik Rakyat Yogya”, jadi ya mesti maklum jika “Bahwasanya” ada banyak penggunaan kata-kata
berbahasa Jawa. “Tapi ingat…!” (sambil memajukan jari telunjuk tanda
mengingatkan), berhubung penulisnya adalah orang lucu dan tidak sombong, maka
buat yang “ra dong” (kalau “tidak mengerti?” ya monggo cari sendiri di mbah Google)
dengan bahasa Jawa jangan merasa kuatir. Ada “Kamus mini” di halaman
belakangnya kok…
Soal siapa
Butet tentu sudah banyak yang lebih banyak tahu. Butet mungkin paling banyak
diingat orang dari aksi monolog-nya menirukan suara tokoh-tokoh terkenal di
Republik ini, khususnya adalah tokoh Suharto. Butet bahkan sudah me-monolog-kan
Suharto sejak tahun 1988 pada sebuah lakon berjudul “Upeti.” Pada saat itu, cuma orang-orang nekad saja yang berani memparodikasikan penguasa secara terbuka. Tetapi
pada saat sekarang, selain mungkin memang suaranya mirip, Butet dianggap mampu
mewakili “suasana kebathinan” sebagian besar rakyat Indonesia terhadap tokoh
satu itu. Ada yang kesel, ada yang kangen, ada yang ingin balikan lagi… (CLBK
kata anak sekarang). Pokoknya nano-nano lah…
Jadi itu
kenapa bukunya ini dikasih judul “Presiden Guyonan”? Terus terang saya tidak tahu.
Beberapa kali membolak-balik buku ini rasanya tidak ada penjelasan mengenai hal
itu ya… Bisa jadi dari kebiasaannya me-monolog-kan para presiden itu
tadi. Maaf atas ketidaktelitian saya ini… Lalu kenapa
buku ini saya anggap penting? Karena lewat buku ini saya baru tahu kalau Butet
hanya akan menirukan suara manusia saja. Itulah mengapa, menurut Sobary di
bagian Pengantar, Butet tidak mau menirukan suara Baramuli katanya… He...he... (Buat yang tidak tahu nama tokoh ini, sekali lagi monggo tanya mbah Goggle ya…).
Dari sumber yang lain ada hal yang menarik pula. Butet ternyata juga mengaku tidak mau menirukan sembarang orang. Ketika dalam satu wawancara di tahun 1999 ada yang bertanya: “Siapa pemimpin ideal bangsa Indonesia menurut Anda?.” Butet menjawab serius: “Pokoknya, dia harus orang yang tidak bisa saya tirukan mimik dan suaranya. Karena saya tidak mau menjelek-jelekkan orang yang baik." Nah, kita lihat saja nanti, setelah ada presiden baru hasil Pemilu 2014, apakah Butet “bersedia” menirukannya atau tidak?. Jadi Jokowi, Prabowo, Ical, Paloh, Wiranto, atau lainnya, bersiap-siaplah…!!! He…he…
Dari sumber yang lain ada hal yang menarik pula. Butet ternyata juga mengaku tidak mau menirukan sembarang orang. Ketika dalam satu wawancara di tahun 1999 ada yang bertanya: “Siapa pemimpin ideal bangsa Indonesia menurut Anda?.” Butet menjawab serius: “Pokoknya, dia harus orang yang tidak bisa saya tirukan mimik dan suaranya. Karena saya tidak mau menjelek-jelekkan orang yang baik." Nah, kita lihat saja nanti, setelah ada presiden baru hasil Pemilu 2014, apakah Butet “bersedia” menirukannya atau tidak?. Jadi Jokowi, Prabowo, Ical, Paloh, Wiranto, atau lainnya, bersiap-siaplah…!!! He…he…
-----------------------
Judul : Presiden Guyonan
Penulis : Butet Kartaredjasa
Penerbit
: Mizan, 2013