Pertama
kali melihat saat dipajang di sebuah toko buku, saya langsung tertarik. Sejalan
dengan salah satu prinsip saya dalam menilai sebuah buku: "Pertama tama, nilailah buku dari cover-nya terlebih dahulu..." maka yang saya pelototin ya pastilah cover-nya dulu. Bagaimana tidak, selain cover buku
ini terbilang nyeleneh, judulnya
juga sederhana dan to the point, yang buat saya cukup identik dengan jenis
buku-buku serius yang ditulis dengan serius pula.
Dugaan
saya benar. Pertama kali membuka isinya, saya langsung kagum dan iri dengan
daftar pustaka yang digunakan Fernando Baez untuk menyusun buku ini, yaitu
setebal 30 halaman (dalam format yang cukup rapat dan ukuran huruf yang kecil
saja), dengan referensi yang terentang dari zaman Sumeria sampai era
modern sekarang. Tak heran, karena Baez adalah pakar perbukuan sekaligus Kepala
Perpustakaan Nasional dari Venezuela, sekaligus penasehat UNESCO. Baez tidak
hanya mengusai bahasa Yunani Kuno, namun juga seorang Doktor di bidang ilmu
perpustakaan. Lebih keren lagi,
ternyata Baez termasuk orang yang di persona non-grata-kan
oleh pemerintah AS sejak tahun 2008 karena buku yang ditulisnya ini, serta
salah satu bukunya yang lain yaitu yang mengulas dampak kerusakan kultural akibat
invasi AS ke Iraq (La Destruccion Cultural de Iraq, 2004).
Judul
asli buku ini adalah Historia Universal de la Deconstruccion de Libros (2003) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi A
Universal History of the Deconstruction of the Book: From Ancient Sumer to
Modern Iraq (2004). Pengantar versi bahasa Indonesia
disampaikan oleh Robertus Robet (Dosen Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta)
rasanya cukup merangkum pesan dalam buku ini. Robert mengutip istilah “librisida”
(libricide) yang digunakan Knuth
(2003) untuk menyebut “suatu praktik yang sistematis dari suatu rezim terhadap
buku yang dilakukan demi pencapaian tujuan-tujuan ideologi jangka pendek maupun
jangka panjang.” Selain itu, “Librisida juga mengindikasikan adanya kelompok dalam
masyarakat yang hendak mendominasi negara dan memiliki gagasan ekstrem mengenai
masyarakat.” Sementara Baez menggunakan istilah “Bibliosida” (bibliocide) dalam pemaknaan yang kurang
lebih sama.
Menurut
Baez, penghancuran buku bukanlah semata melihat buku sebagai benda fisik,
melainkan sebagai tautan memori dan kesadaran akan pengalaman masa lampau. Menurut
Milton (1644): “Barangsiapa menghancurkan
buku, ia sedang membunuh Rasio itu sendiri…” Penghancuran buku
terkait dengan upaya menghabisi memori penyimpannya. Sejarah, pengalaman, dan
bahkan identitas dari masyarakat yang terkait dengan buku tersebut juga sedang
dihancurkan. Penghancuran juga terkait dengan upaya memupus segala bentuk
ancaman terhadap gagasan yang dominan atau dipandang unggul. Sebagai contoh,
Kaisar Shih Huang Ti yang berkuasa di Cina tahun 213 SM memerintahkan untuk
membakar setiap buku yang mengingatkan orang pada masa lalu. (Catatan: Wikipedia
bilang, Shih Huang Ti artinya “Kaisar Pertama” di mana dia berkepentingan
membuat sejarah resmi yang baru bagi negara barunya).
Yang
unik menurut Baez, para “Bibliokas” (perusak/pengancur buku) ini juga memiliki “kitab”-nya
sendiri -- apakah itu kitab suci tertentu, buku panduan sekte atau partai
tertentu – yang dianggap memiliki sifat ilahiah dan menjadi pegangan para
pengikutnya. (Catatan: Selain kitab-kitab suci yang sering dijadikan alat legitimasi,
contoh lain adalah “Buku Merah Mao” yang berisi ajaran-ajaran Pemimpin Besar
Cina, Mao Zedong). Bagi Baez, para Bibliokas
adalah orang-orang dogmatis, karena mengangankan adanya pandangan dunia yang
seragam dan absolut.
Dalam
sejarah, api menjadi instrumen umum yang digunakan oleh para Bibliokas dalam pengancuran buku. Tidak
hanya sekedar dapat digunakan secara mudah dan cepat dalam menghancurkan buku
atau bahkan ribuan buku di perpustakaan, namun api juga menjadi simbol pemurnian bagi para pelakunya. Di mana gagasan-gagasan
yang “salah” dianggap telah disucikan kembali. Penghancuran buku juga kerap berada
dalam “satu paket” dengan pembunuhan individu tertentu atau dalam skala massif berupa
perang. Jika di Abad Pertengahan
buku-buku yang dituding sebagai mantra sihir berikut para pemiliknya (yang
umumnya perempuan) banyak mati di tiang pembakaran, maka dalam perang manusia modern saat ini manusia
dihancurkan dengan senjata canggih, bahkan dari jarak yang sangat jauh. Namun
intinya sama, seperti dinyatakan Heinrich Heine hampir dua ratus tahun lalu: "Di manapun mereka membakar buku, pada akhirnya mereka akan
membakar manusia."
Baez
dengan sangat gamblang – berdasarkan kajian literatur yang kuat – menggambarkan
bagaimana proses pengancuran buku di berbagai zaman dan belahan dunia. Mulai
dari Sumeria, Babilonia, Mesir, Yunani, Cina, Romawi, Dunia Kristen, Dunia
Islam, Mongol, Inkuisisi, masa Fasisme sampai terakhir di Iraq. Cukup membuat
merinding bagi para pecinta buku… Sedihnya, daftar vandalisme para Bibliokas diluar yang sudah disusun Baez
kemungkinan masih bertambah, jika melihat kecenderungan situasi politik yang
terjadi di Libya, Mesir, Suriah, dan beberapa negara Balkan saat ini.
Sementara
dalam konteks Indonesia, penghancuran buku yang didalamnya juga termasuk
pelarangan buku dan sensor, juga memiliki sejarah yang panjang. Menurut
Robertus Robert, di masa kolonial, banyak tulisan-tulisan para pemikir dan
pejuang pra kemerdekaan yang dilarang beredar, diantaranya Student Hedjo karya Mas Marco Kartodikromo. Setelah 1945,
pelarangan buku juga terjadi, seperti puluhan karya Pramoedya Ananta Toer.
Bahkan buku Demokrasi Kita karya
Mohammada Hatta juga pernah dilarang. Di masa “Reformasi” saat ini, pembakaran
dan pelarang buku juga masih ditemui, bukan saja dilakukan oleh pemerintah,
tapi juga oleh kelompok-kelompok sipil tertentu yang melakukan pelarangan dan
pembakaran buku-buku yang dianggap “Kiri” pada sekitar tahun 2007 lalu.*
* Untuk yang berminat dengan topik ini untuk konteks
Indonesia, dapat juga dilihat Pelarangan
Buku di Indonesia: Sebuah Paradoks Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi,
yang diterbikan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) dan Friedrich
Ebert Stiftung (FES), 2010.
--------------------
Judul : Penghancuran Buku Dari Masa Ke Masa
Penulis : Fernando Baez
Penerbit : Margin Kiri, Tanggerang Selatan
Tahun : 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar