Candra Kusuma
Jika bukan karena film A Beautiful
Mind yang dirilis tahun 2001 lalu, rasanya kecil kemungkinan saya –dan banyak
orang awam lainnya-- akan mengenal nama John Nash. Maklum saja, nama Nash rasanya tidak pernah disebut-sebut dalam buku pelajaran di sekolah. Meskipun
mungkin memang jenius, Nash bukan ilmuwan terkenal penemu teleskop, telepon,
bola lampu, atau bom atom.
Dalam film tersebut, digambarkan
bagaimana sosok John Forbes Nash Jr. (yang
diperankan oleh Russel Crowe) sebagai seorang matematikawan asal AS yang sepanjang
hidupnya bergulat dengan rumus-rumus matematika,
kekacauan relasi sosial, dan schizophrenia yang
dideritanya semenjak muda. Mengharukan dan menggugah, barangkali itulah kesan
umum dari film ini. Rasanya menjadi layak saja ketika film ini kemudian
memperoleh empat penghargaan Academy Awards tahun 2002 untuk kategori Best
Picture, Best Director, Best Supporting Actress, dan Best
Screenplay.
Saya merasa cukup
beruntung dapat membaca cepat buku yang kemudian diadaptasi menjadi film
tersebut. Buku yang saya maksud adalah A Beautiful Mind: A Biography of John Forbes
Nash, Jr. yang disusun Sylvia Nasar dan diterbitkan tahun 1998. Rentang
waktu yang terbilang sangat singkat dari mulai dirilisnya buku tersebut hingga
menjadi film layar lebar memberikan gambaran seberapa besar tanggapan publik
atas kisah hidup seorang ilmuwan yang bisa dibilang umumnya hanya dikenal oleh
kalangan tertentu saja. Tak menunggu terlalu lama, buku tersebut juga kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul A Beautiful Mind - Kisah Hidup Seorang
Genius Penderita Sakit Jiwa yang Meraih Hadiah Nobel, yang
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka
Utama pada tahun 2005.
Dalam buku tersebut, Nasar
menggambarkan perjalanan hidup Nash yang dikisahkannya secara runtut sejak
lahir tahun 1928, masa kecil/remaja, kuliah di Carnegie Institute of
Technology, melanjutkan pasca-sarjana di Princeton, menulis paper yang kemudian
menjadi disertasi tentang “non-cooperative
game”pada tahun 1950, bekerja di RAND Corporation (lembaga global policy think tank yang dekat dengan Departemen Pertahanan AS), sampai
dengan memperoleh Nobel untuk bidang Ekonomi pada tahun 1994.
Game Theory dan paranoid schizophrenic
Nash Jr. adalah anak pertama
dari pasangan John Nash Sr. dan Margaret Virginia Martin, yang lahir pada
tanggal 13 Juni 1928 di
Bluefield, West Virginia. Orangtuanya menikah tahun 1924. Ayahnya adalah
seorang ahli listrik di Appalachian
Electric Power Company, dan juga merupakan veteran Perang Dunia 1. Sementara ibunya adalah lulusan West Virginia University dan pernah bekerja sebagai guru Bahasa
Inggris dan Latin di sekolah setempat. Nash
Jr. memiliki seorang adik perempuan, Martha Nash Legg, yang lahir pada tahun
1930.
Nash kecil gemar
mempelajari dan melakukan percobaan yang berhubungan dengan listrik dan kimia.
Tidak aneh jika ketika kuliah di Carnegie Tech. – Pittsburgh, Nash mengambil jurusan teknik kimia. Semasa
di Carnegie ini, Nash memperoleh beasiswa penuh dari the George Westinghouse Scholarship. Namun
ternyata itu hanya bertahan satu semester saja. Nash merasa tidak betah, dan kemudian memilih
untuk pindah ke jurusan kimia (murni). Namun lagi-lagi dia merasa tidak
kerasan, karena baginya lebih penting menjadi orang yang mampu berpikir,
mempelajari dan memahami fakta-fakta dan tidak semata hanya keahlian menggunakan
pipet di labolatorium. Nash akhirnya pindah lagi ke jurusan matematika, dan
memperoleh gelar sarjana dan master disana. Selama di Carnegie, Nash
juga mengikuti kursus "International Economics." Dari situ Nash
menulis paper berjudul "The
Bargaining Problem" (yang kemudian dipublikasikan di jurnal Econometrical).
Nash kemudian
melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Princeton, yang selain
karena bujukan Prof. Albert William Tucker (saat itu adalah kepala Departemen
Matematika di Princeton), juga secara geografis lokasinya dekat dengan Bluefield.
Ketika memberikan rekomendasi ke
Princeton, R. L. Duffin –profesor di Carnegie Tech-- mempromosikan Nash –yang
saat itu baru berusia 20 tahun-- sebagai sosok yang genius (Siegfried, 1951:
51). Pada saat itu pula Nash tertarik dengan Game Theory Studies yang digagas oleh John von Neumann dan Oskar Morgenstern. Keduanya berjasa
mengembangkan analisis game theory
dan hubungannya dengan economic behavior.
Di tempat ini Nash belajar banyak tentang matematika dan aljabar, dan berhasil
menulis paper “Non-Cooperative Games" yang kemudian dikembangkannya menjadi disertasi
Ph.D-nya.
Teori Nash --populer sebagai “Nash-Equilibrium”— dikemudian hari
dianggap berjasa merevolusi teori
ekonomi, dan 40 tahun kemudian memberinya penghargaan The Sveriges Riksbank
Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Nobel (Nobel bidang ekonomi)
tahun 1994 bersama dua pakar lain, yaitu John C. Harsanyi dan Reinhard Selten.
Pada intinya, Nash-Equilibrium merupakan
konsep solusi dari permainan non-kooperatif (non-cooperative game) yang melibatkan lebih dari dua pihak, di mana
setiap pihak diasumsikan mengetahui strategi keseimbangan (equilibrium strategies) pihak lain, dan tidak ada pihak yang
memiliki keuntungan hanya dengan mengubah strateginya sendiri.
Lulus dari Princeton, Nash sempat
mengajar di almamaternya tersebut selama sekitar satu tahun. Pada tahun 1951, Nash memutuskan “pindah” ke Massachusetts Institute of Technology (M.I.T.)
untuk menjadi "C.L.E.
Moore Instructor," semata karena honornya lebih tinggi di sana. Di M.I.T. ini
Nash berhasil menulis paper “Real Algebraic Manifolds.” Nash bekerja di
M.I.T. sampai dengan tahun 1959. Namun pada 1956-1957, dia berhasil memperoleh
hibah dari Alfred P. Sloan, dan menjadi anggota dari the Institute for Advanced
Study in Princeton. Selama periode ini Nash Jr. banyak meneliti tentang geometri diferensial, teori relativitas
umum, Euclidean, elliptic equations, dll.
Nash bertemu dengan Alicia Larde –kelahiran El Salvador--
di M.I.T. Alicia sudah lulus dari jurusan fisika di kampus tersebut, dan saat itu
bekerja di New York. Mereka menikah ketika Nash sedang cuti akademik 1956-1957.
Tak lama setelah menikah, Nash mengalami masalah dengan kesehatan jiwanya. Dalam biografi singkatnya untuk Panitia
Nobel (1994), Nash Jr. mengakui dirinya mengalami: “…the delusional thinking characteristic of persons who are
psychiatrically diagnosed as "schizophrenic" or "paranoid
schizophrenic".” Saat itu tahun 1959, ketika Alicia tengah mengandung
anak pertama mereka, Nash justru terpaksa mengundurkan diri dari M.I.T. dan
menjalani pengobatan di McLean Hospital dengan insulin shock therapy,
ditambah upaya menenangkan diri di Eropa selama beberapa waktu. Selanjutnya
Nash secara sengaja menjalani pengobatan di New Jersey.
Setelah cukup membaik, Nash
kembali menekuni penelitian matematika. Dia terlibat dalam beberapa penelitian:
"Le Probleme de Cauchy pour les
E'quations Differentielles d'un Fluide Generale"; "The Nash blowing-up transformation";
"Arc Structure of Singularities";
dan "Analyticity of Solutions of
Implicit Function Problems with Analytic Data." Pada dekade 1960-an,
Nash menyebut dirinya “became a person of
delusionally influenced thinking but of relatively moderate behavior,”
sehingga tidak harus dirawat inap dan dibawah pengawasan psikiater.
Terkait dengan aktivitas dan
kedekatannya dengan RAND, pada sekitar pertengahan dekade 1950-an, Nash juga bekerja
di Pentagon. Dapat dikatakan dia mengikuti jejak sejumlah matematikawan
Princeton sebelumnya yang juga terlibat dalam berbagai proyek rahasia intelejen
dan Departemen Perhanan AS. Nash dengan kepiawaiannya dalam matematika membantu
Pentagon membuat mesin pemecah kode rahasia, dalam konteks ketegangan politik
dan militer era Perang Dingin antara AS-Blok Barat dan Soviet-Blok Timur.
Sebagian korespondensi John Nash dengan NSA dalam proyek mesin pemecah kode
Di kalangan kolega dan
mahasiswanya, Nash dianggap sebagai sosok “hantu.” Mereka menyebutnya sebagai Phantom
of Fine Hall, gedung
tempatnya terus-menerus mempelajari dan menulis tentang beragam topik dari
berbagai disiplin ilmu berbeda: logika, game
theory, kosmologi, grafitasi, dll. (Halber, 2002). Mereka mengingat Nash sebagai orang tua yang
berpakaian aneh, senang berjalan membisu di lorong-lorong kampus, sering bergumam
sendiri, bertahun-tahun menulis pesan misterius di papan tulis, dll. Namun Nash
juga dianggap sosok yang cemerlang, di mana namanya muncul dimana-mana di
berbagai jurnal dan buku teks ekonomi, artikel tentang biologi
evolusioner, risalah ilmu politik, dan jurnal matematika (Nasar, 1998).
Namun, baru pada tahun 1995 Nash
secara penuh bergabung dengan dengan Departemen Matematika di Princeton sebagai
Senior Research Mathematician. Meskipun
terbilang uzur, Nash secara rutin selalu hadir di Princeton.
Bagi kalangan ilmuwan dari
berbagai disiplin ilmu, kontribusi Nash memang tidak terbantahkan. Roger Myerson (dalam “Nash Equilibrium
and the History of Economic Theory,” 1999) memuji kontribusi Nash, yang tidak
saja penting bagi disiplin matematika namun juga dapat diaplikasikan dalam
berbagai ilmu sosial lainnya: “Nash
membawa ilmu sosial ke dalam dunia baru di mana struktur analisis terpadu dapat
ditemukan untuk mempelajari semua situasi konflik dan kerjasama. Teori
Non-cooperative Games yang digagas Nash telah berkembang menjadi kalkulus
praktis insentif yang dapat membantu kita untuk lebih memahami masalah konflik
dan kerjasama di hampir semua institusi sosial, politik, atau ekonomi.” (Siegfried,
2006:52)
Antara buku dan film
Seperti
biasa terjadi, ketika kisah dalam buku kemudian difilmkan –dan sebaliknya--, terbuka
peluang adanya perbedaan, penyederhanaan, dramatisasi, dll.
Siegfried
(2006:54) mengkritik buku A Beautiful
Mind karya Nasar, yang dipandangnya hanya menawarkan wawasan yang terbatas
mengenai upaya dan capaian Nash dalam kajian matematika, khususnya bagaimana
kontribusinya terhadap bidang ilmu lainnya, yang belakangan semakin terlihat
menonjol. Lebih buruk lagi, matematika yang digambarkan dalam versi film A Beautiful Mind cenderung kacau dan sama sekali tidak mirip
dengan apa yang sebenarnya dilakukan Nash dalam kehidupan nyatanya. Sylvia
Nasar, baik buku maupun di film-nya kemudian tampaknya memang lebih banyak
mengungkapkan masalah pribadi Nash. Gambaran Nasar tentang Nash memang tidak
terlalu banyak menyanjung. Di mata Nasar, Nash adalah sosok yang brilian, namun
juga sekaligus self-centered, arogan,
tidak peduli, dan tidak sungguh-sungguh sadar dengan situasi sekitarnya.
Sementara Suellentrop (2001)
menyayangkan banyaknya sisi persona Nash yang muncul dalam buku Nasar, namun
hilang dalam versi film-nya. Bisa jadi, pertimbangan akan selera pasar menjadi
penyebab utamanya, sehingga beberapa “sisi gelap” Nash memang sengaja tidak
dimunculkan: kecenderungannya akan homoseksualitas; pengabaian anak hasil
hubungan diluar nikah dengan Eleanor Stier; perceraiannya dengan Alicia Larde
pada tahun 1962 (meskipun kemudian rujuk kembali pada tahun 1970, dan menikah
ulang tahun 2001). Dramatisasi paling besar pada film tersebut adalah
penggambaran pidato Nash pada saat penyerahan hadiah Nobel tahun 1994, karena
pada kenyataannya Nash sama sekali tidak menyampaikan pidato tersebut karena
“ketidakstabilannya,” dan hanya menyampaikan pidato penerimaan dalam sebuah
perayaan kecil di Princeton saja.
Dramatisasi lain yang juga agak berlebihan adalah di film
digambarkan bahwa Nash sempat bekerja di salah satu lembaga penelitian
bergengsi di M.I.T, yaitu Wheeler Defense Lab. Padahal menurut Profesor Isadore
M. Singer yang menjadi pengajar senior di sana, tidak ada nama lembaga itu di
kampus tersebut (Halber, 2002).
Film Dokumenter "A Brilliant Madness" tahun 2002
Selain itu, mungkin juga tidak banyak yang tahu, bahwa bukan hanya dalam A Beautiful Mind, kisah hidup Nash juga diangkat menjadi film bio-dokumenter dengan judul A Brilliant Madness: The Story of
Nobel Prize Winning Mathematician John Nash pada tahun 2002. Film ini merupakan
bagian dari serial tv The American Experience
diproduksi oleh WGBH Educational Foundation-USA dan ditayangkan pada tahun 1988.
Hal menarik dari A Brilliant Madness
adalah ketika digambarkan bagaimana Nash mengaku
bahwa dirinya dapat berkomunikasi dengan alien, dan menjadi special messenger bagi mereka. “Suara-suara”
itulah yang kemudian membuatnya didiagnosa mengalami delusi dan paranoid schizophrenia (lihat http://www.pbs.org/wgbh/amex/nash/filmmore/index.html
dan http://www.imdb.com/title/tt0319109/)
Akhir perjalanan Nash
Nash
dan istrinya Alicia meninggal dunia secara tragis dalam kecelakaan taksi di New Jersey pada
tanggal 23 Mei 2015 lalu. Saat itu mereka berusia 86 dan 82 tahun.
Dari cerita di atas, setidaknya tergambarkan betapa penuh warna kehidupan Nash, sebagai ilmuwan genius, penderita paranoid schizophrenic, agen Pentagon, dan penerima Nobel Ekonomi. Dia juga menjadi apa yang disebut Cassidy (2015) sebagai “intellectual celebrity,” setidaknya karena memang sudah ada dua film tentang kehidupan pribadi dan intelektualnya. Memang tidak sama, tapi jika dikontekskan dengan sosok ilmuwan yang menjadi intellectual celebrity di Indonesia, barangkali hanya Habibie yang agak mendekati. Setidaknya karena –rasanya-- baru kehidupan Habibie sebagai ilmuwan-birokrat saja yang sudah difilmkan disini.
Dari cerita di atas, setidaknya tergambarkan betapa penuh warna kehidupan Nash, sebagai ilmuwan genius, penderita paranoid schizophrenic, agen Pentagon, dan penerima Nobel Ekonomi. Dia juga menjadi apa yang disebut Cassidy (2015) sebagai “intellectual celebrity,” setidaknya karena memang sudah ada dua film tentang kehidupan pribadi dan intelektualnya. Memang tidak sama, tapi jika dikontekskan dengan sosok ilmuwan yang menjadi intellectual celebrity di Indonesia, barangkali hanya Habibie yang agak mendekati. Setidaknya karena –rasanya-- baru kehidupan Habibie sebagai ilmuwan-birokrat saja yang sudah difilmkan disini.
Sebagai
penutup saya ingin mengutip salah satu bagian dalam script dialog pada salah satu scene
–yang sayangnya konon justru tidak jadi dimunculkan-- di film A Beautiful Mind. Di bagian akhir film tersebut
dikisahkan bagaimana Nash pada akhirnya menyadari bahwa lebih penting memiliki
hati yang baik daripada sekedar pikiran yang cerdas: “Perhaps it is good to have a beautiful mind, but an even greater is to
discover a beautiful heart.”
Saya pikir, mungkin karena memang penting disadari, bahwa
bahkan ilmuwan yang paling genius dan berjasa bagi kehidupan, orang yang paling
alim dan rajin beribadah, laki-laki dan perempuan yang rupawan namun rendah
hati, mereka yang kaya dan dermawan, ataupun pemimpin yang adil sekalipun,
semua memiliki sisi gelapnya sendiri-sendiri. “Every hero has a dark side…” Tinggal bagaimana caranya agar kebaikan
pribadilah yang lebih besar, dan pada akhirnya yang ingin dikenang oleh orang lain
hanyalah yang baik dan indahnya saja. Mungkin…?
-----
Sumber:
- Harold W. Kuhn and Sylvia Nasar (Eds.) (2002). The Essential John Nash. Princeton University Press.
- Sylvia Nasar (1998). A Beautiful Mind: A Biography of John Forbes Nash, Jr. Simon & Schuster Paperback.
- Tom Siegfried (2006). A Beautiful Math: John Nash, Game Theory, and the Modern Quest for a Code of Nature. Joseph Henry Press.
- William A. Darity Jr. (Ed.) (2008). “Nash Equilibrium,” on the International Encyclopedia of the Social Science, 2nd Edition, Macmillan Reference USA, pp.374-375.
- John Nash (1951). “Non-Cooperative Games,” on The Annals of Mathematics, Second Series, Volume 54, Issue 2 (Sept., 1951), pp.286-295.
- John F. Nash, Jr. (1950). “The Bargaining Problem,” on The Econometrica, Vol. 18, No. 2 (Apr., 1950), pp. 155-162.
- Charles A. Holt and Alvin E. Roth (2004). “The Nash equilibrium: A perspective,” on the Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS), March 23, 2004, Vol. 101, No. 12, pp.3999–4002.
- BBC. 18 February 2015. “What exactly is 'game theory'?,” http://www.bbc.com/news/magazine-31503875
- BBC. 24 May 2015. “'Beautiful Mind' mathematician John Nash killed in crash,” http://www.bbc.com/news/world-us-canada-32865248
- Beautiful Mind - Awards, http://www.imdb.com/title/tt0268978/awards
- Chris Suellentrop. (2001). “A Real Number: A Beautiful Mind's John Nash is nowhere near as complicated as the real one,” http://www.slate.com/articles/arts/culturebox/2001/12/a_real_number.html
- Deborah Halber. February 13, 2002. “MIT facts meet fiction in 'A Beautiful Mind',” http://newsoffice.mit.edu/2002/nash-0213
- IMDb. “The American Experience: A Brilliant Madness,” http://www.imdb.com/title/tt0319109/
- John Moriarty. 24 May 2015. “John Nash's ground-breaking contributions to maths,” http://www.bbc.com/news/world-us-canada-32870646
- John Nash correspondence with RAND - NSA, https://www.nsa.gov/public_info/_files/nash_letters/nash_letters1.pdf
- Nobel Academy (1994). “John F. Nash Jr. – Biographical,” http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/economic-sciences/laureates/1994/nash-bio.html
- PBS. “People & Events: John Nash (1928 -),” http://www.pbs.org/wgbh/amex/nash/filmmore/index.html
- Princeton University (2015). “Eisgruber: Princeton saddened over reported deaths of John Nash and wife,” http://www.princeton.edu/main/news/archive/S43/24/81E26/index.xml?section=topstories
- The Work of John Nash in Game Theory, http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/economic-sciences/laureates/1994/nash-lecture.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar