Candra Kusuma
“Suka minum kopi?, atau bahkan sudah kecanduan?”
Saya juga peminum kopi. Sehari diupayakan
paling banyak dua gelas saja. Jauh lebih sedikit dibanding beberapa tahun lalu –sebelum
diperingatkan dokter karena terkena maag
cukup berat-- yang bisa sampai 4-6 gelas sehari. Boleh dibilang agak kecanduan,
karena saya bisa senewen kalau sehari saja tidak ketemu kopi. "Rasanya, kopi bisa membantu saya menjadi lebih tenang..."
Bisa jadi saya ketularan ibu yang
memang rutin minum kopi. Sejak remaja saya suka ikutan mencicip kopi yang
beliau buat tiap siang, dan akhirnya keterusanlah sampai sekarang ini.
Tapi sayangnya saya sama sekali bukan
ahli tentang kopi. Saya tidak paham jenis, asal-usul dan ‘deskripsi rasa’ dari
tiap biji kopi yang berbeda. Jadi saya senang sekali ketika awal 2013 lalu
berjumpa dengan novel ini di deretan rak toko buku. Novel yang saya maksud adalah The Various Flavours of Coffee: Rasa Cinta
dalam Kopi yang ditulis oleh Anthony Capella. Novel terjemahan ini
diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2012, sementara edisi aslinya dalam Bahasa
Inggris terbit pertama kali tahun 2008.
----
Novel ini berkisah tentang Robert
Wallis, seorang penyair amatir dengan gaya hidup borjuis muda yang gemar kongkow di café-café di London. Pada akhir 1890-an, café memang menjadi bagian dari gaya hidup kaum elite dan menengah
di Eropa sebagai tempat ngobrol, diskusi, berdebat, atau sekedar saling pamer
diri saja. Di kemudian hari para pemikir sosial seperti Habermas dkk., menyebut
café sebagai bagian penting dari
tumbuhnya public sphere dan pemikiran
demokrasi di Eropa.
Satu ketika secara kebetulan Wallis
bertemu dengan Samuel Pinker, pemilik Castle Coffee, yaitu perusahaan yang terlibat
dalam perdagangan kopi internasional. Sadar bahwa Wallis pandai mengolah kata,
Pinker kemudian memberinya pekerjaan untuk menyusun daftar “kosakata kopi”
berdasarkan cita rasa dan aroma kopi, yang kemudian mereka sebut sebagai
“Metode Pinker-Wallis Untuk Penjelasan dan Klasisifikasi Berbagai Rasa Kopi”
atau kemudian mereka singkat sebagai “Pedoman Pinker-Wallis” saja. Pedoman
tersebut dijadikan Pinker dan Castle Coffee sebagai dasar dan standar dalam
mengklasifikasi dan mengolah jenis kopi yang akan diproduksinya. Bahkan
kemudian mereka juga menciptakan “kotak sampel” yang berisi wewangian yang
merupakan bau inti yang dapat dipakai sebagai acuan bagi para pencicip kopi di
distributor dan pabrik Castle Coffee.
Deskripsi yang dibuat Wallis
memang terlihat unik, dan umumnya mengacu pada bau, bentuk, warna dan rasa yang
sudah dikenal cukup umum sebelumnya. Coba simak contoh dari daftar deskripsi
rasa dan aroma berikut:
Pikirkan rasa-rasa ini. Asap adalah api yang berderak dalam
tumpukan dedaunan mati di musim gugur; udara dingin, terasa garing dalam lubang
hidung. Vanili adalah pulau
rempah-rempah hangat dan sensual yang dihangatkan oleh matahari tropis. Berdamar mempunyai ketajaman kental dari
biji cemara atau terpentin. Semua kopi, Kalau diamati dengan seksama,
samar-samar mempunyai bau bawang bakar,
kain linen bersih atau rumput yang sudah dipotong. Ada yang
sudah mengeluarkan bau yang sudah meragi, seperti apel yang baru saja dikupas, sementara yang lain mempunyai rasa
asam seperti kanji, dari kentang mentah.
Ada yang mengingatkanmu pada lebih dari satu rasa: kami mendapati satu kopi
yang menggabungkan seledri dan blackberry, yang lain mengawinkan melati dengan roti
jahe, yang ketiga yang menyatukan cokelat
dengan bau wangi yang samar-samar dari timun
segar yang renyah…
(The
Various…, hal.82)
Novel ini juga mengambil kutipan
yang menarik tentang rasa dan aroma kopi dari beberapa buku lainnya yang juga
mengangkat tema mengenai kopi. Diantaranya ini: ‘Cemara’
–aroma nikmat, segar, dan seperti pedalaman ini berasal dari kayu yang belum
diolah, dan hampir serupa dengan serutan pensil. Ditandai oleh minyak inti
alami dari cemara Atlas. Berbau lebih tajam pada panen matang (Jean Lenoir,
Le Nez du Café). Atau ini: ‘Hijau’
–rasa keasaman yang dikeluarkan kacang hijau yang belum matang (Michael
Sivetz, Coffee Technology). Juga ini:
‘Bergelora’ –rasa yang pahit yang
umumnya terjadi karena pemanggangan berlebihan (Smith, Coffee Tasting Terminology). Dan juga
ini: ‘Seperti ter’ –cacat rasa yang
memberi kopi sifat gosong yang tidak enak (Lingle, The Coffee Cupper’s Handbook).
-----
Namun bagi saya, sejatinya buku
ini bukan hanya bicara tentang kopi, tapi juga kritik sosial terhadap imperialisme Barat. Dari pengalamannya mengelola perkebunan dan perdagangan kopi di Afrika,
Wallis melihat adanya ketidakadilan yang nyata. Dalam berbagai kesempatan, baik
secara samar maupun terang-terangan, Wallis mengkritik kelakuan para penguasa
dan pedagang di Eropa yang menjadikan Afrika sebagai tanah jajahan,
memperlakukan penduduknya sebagai budak, dan mengambil kekayaan alamnya sesuka
hati.
Artikel-artikelku muncul, dan dalam
beberapa minggu aku tahu apa artinya dihormati dan dijamu. Ada undangan-undangan
ke rumah-rumah pribadi—pesta malam di mana aku diharapkan mendebarkan para tamu
dengan kisah-kisah tentang orang biadab yang haus darah dan keeksotisan Afrika,
semuanya dikemas dengan rapi dengan komentar-komentar basi bahwa Perdagangan
suatu hari akan mengubah tempat itu
menjadi Eropa lain. Aku mengecewakan. Dalam artikel-artikelku aku terpaksa
melembutkan pendapatku atau harus mengalami tulisanku ditolak, tetapi di
ruang-ruang tamu Mayfair dan Westminster aku tidak terlalu hati-hati. Aku
menunjukkan bahwa orang-orang biadab dan haus darah satu-satunya yang pernah
kutemui, memakai kulit putih dan seragam khaki; bahwa apa yang sekarang kami
sebut Perdagangan hanya kelanjutan perbudakan dengan cara yang lebih
berliku-liku; bahwa orang-orang pribumi di tempat aku tinggal sama tinggi
wawasan kebudayaan mereka dengan masyarakat manapun yang kutemui di Eropa. Orang-orang
mendengarkan aku dengan sopan, sesekali saling melempar tatapan berarti, lalu
berkata hal-hal semacam, “Tetapi kalau
begitu, Mr Wallis, apa yang harus Dilakukan dengan Afrika?”
Dan aku menjawab, “Astaga, tidak ada. Kita harus menyingkir dari sana—mengakui bahwa kita
tidak memiliki sedikitpun, dan pergi saja. Kalau kita ingin kopi Afrika, kita
harus membayar orang Afrika untuk menanamnya. Bayar sedikit lebih banyak kalau
perlu, sehingga mereka punya kesempatan untuk mulai sendiri. Akan menguntungkan
dalam jangka panjang.”
Ini bukan sesuatu yang ingin mereka
dengar…
(The Various …, hal.498-499)
Membaca novel ini membuat saya
teringat novel lain yang juga berkisah tentang kolonialisme dan perkebunan kopi
di Indonesia masa lampau, yakni Max
Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company yang ditulis Multatuli
alias Douwes Deker tahun 1860. “Apakah novel
Capella ini memang diinspirasi oleh kisah yang ditulis Multatuli hampir 150 tahun
sebelumnya? Bisa jadi…”
-----
Selain itu novel ini juga berkisah
tentang pemberontakan yang lain, yakni keterlibatan Emily Pinker, putri
tunggal Samuel Pinker, dalam gerakan persamaan hak perempuan di Inggris. Dia terlibat dalam demonstrasi dan mogok
makan, ditangkap, diadili, dipenjara, tetap ngotot melanjutkan mogok makan selama di
penjara, sampai akhirnya meninggal di rumah sakit.
Kisah Emily tampaknya juga
mengambil latar belakang konteks sosial yang sesungguhnya terjadi di Inggris,
Eropa dan Amerika pada awal Abad 20. Pada awal tahun 1900-an, Inggris memang
tengah bergejolak berkenaan dengan tuntutan keras dari kaum perempuan yang
dimotori oleh para buruh perempuan dari pabrik tekstil di Northern England,
yang awalnya menuntut kelayakan upah. Gerakan tersebut kemudian meluas dan
dengan tuntutan lain yang lebih politis, yaitu hak perempuan untuk juga ikut
memilih dalam Pemilu dan menjadi pejabat publik. Salah satu tokohnya kala itu
adalah Emmeline Pankhurst yang menjadi pendiri Women's Social and
Political Union (WSPU) (diantaranya, lihat June Purvis (2002), Emmeline Pankhurst: A Biography, Routledge). “Apakah nama dan kisah Emily juga
diinspirasi dari tokoh Emmeline ini? Bisa jadi…”
-----
Saya suka novel ini, dan meskipun
terjemahannya cukup tebal –lebih dari 650 halaman— ternyata saya sudah dua kali
membacanya. Rasanya cukup lengkap buat saya: ada kisah tentang kopi, ada
sejarah kopi dan gerakan sosial juga, plus bumbu roman barang sedikit. Ungkapan
“If a book is well written, I always find
it too short” dari Jane Austen rasanya ada benarnya juga dalam kasus novel ini.
-----
Sebagai penutup, bagi yang gemar membaca
tentang kisah kopi dan kaitannya dengan konteks sosiologis dan political ekonomi
per-kopi-an, izinkan saya menyarankan beberapa buku dan artikel yang saya anggap cukup menarik
untuk dibaca:
- Multatuli (1868). Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company. Edmonton & Douglas.
- Charles W. Bergquist (1986). Coffee and Conflict in Colombia, 1886-1910. Duke University Press.
- Ralgh S. Hattox (1996). Coffee and Coffeehouses: The Origins of a Social Beverage in the
Medieval Near East. University of Washington Press.
- Stewart Lee Allen (2001). The
Devil’s Cup: Coffee, The Driving Force in History. Canongate.
- William Gervase Clarence-Smith and Steven Topik (Eds.) (2003). The Global Coffee Economy in Africa, Asia, and Latin America, 1500–1989. Cambridge University Press.
- Steven Topik (2004). “The World Coffee Market in the Eighteenth And Nineteenth Centuries, from Colonial To National Regimes,” Working Paper No. 04/04, May, 2004.
- Brian Cowan
(2005). The Social Life of Coffee:
The Emergence of the British Coffeehouse. Yale University Press.
- John Scalzi (2007). You're
Not Fooling Anyone When You Take Your Laptop to a Coffee Shop: Scalzi on
Writing. Subterranean Press.
- Dana Sajdi (2007). Ottoman
Tulips, Ottoman Coffee: Leisure and
Lifestyle in the Eighteenth Century. Tauris Academic Studies.
- Bryant Simon (2009). Everything but the Coffee: Learning about America from
Starbucks. University
of California Press, Ltd.
- Mark Pendergrast (2010). Uncommon Grounds: The History of Coffee and How it Transformed Our
World. Basic Books.
- Catherine M. Tucker
(2011). Coffee Culture: Local
Experiences, Global Connections. Routledge.
- Scott F. Parker and Michael W. Austin (2011). Coffee: Philosophy for Everyone. Grounds
for Debate. John Wiley & Sons, Ltd.
- Anette Moldvaer (2014). Coffee
Obsession. DK Publishing.
Juga bagi yang berminat membaca literatur
mengenai isu ketidakadilan dalam industri kopi dan makin kuatnya tuntutan agar
dapat dibangun sistem perdagangan yang lebih adil (fair trade), saya sarankan beberapa sumber berikut:
- Marco Palacios (1980). Coffee in Colombia, 1850-1970. Cambridge University Press.
- Benoit Daviron and Stefano Ponte (2005). The
Coffee Paradox: Global Markets, Commodity Trade and the Elusive Promise of
Development. Zed Books.
- Nina Luttinger and Gregory Dicum (2006). The Coffee Book: Anatomy of an Industry
from Crop to the Last Drop. The New Press.
- Daniel Jaffee (2007). Brewing Justice: Fair Trade Coffee, Sustainability,
and Survival. University of California Press.
- Catherine M. Tucker (2008). Changing Forests: Collective Action, Common Property, and Coffee in Honduras. Springer.
- Christopher M. Bacon (Eds.) (2008). Confronting the Coffee Crisis: Fair
Trade, Sustainable Livelihoods and Ecosystems in Mexico and Central
America. The MIT
Press.
- Peter Luetchford (2008). Fair Trade and a Global Commodity: Coffe in Costa Rica. Pluto Press.
- Sarah Lyon (2011). Coffee and Community: Maya Farmers and Fair-Trade Markets. University Press of Colorado.
- Ruerd Ruben and Paul Hoebink
(Eds.) (2015). Coffee Certification
in East Africa: Impact on Farms, Families and Cooperatives. Wageningen
Academic Publishers.
Sementara bagi yang tertarik
dengan teknologi produksi dan pengolahan kopi, beberapa literatur yang dapat
saya sarankan adalah:
- M.N. Clifford and K.C. Wilson (1985). Coffee: Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverage. Croom Helm Ltd.
- R.J. Clarke and R. Macrae (1989). Coffee.
Vol. 2: Technology. Elsevier Science Publishers Ltd.
- Kevin Knox and Julie Sheldon Huffaker (1997). Coffee Basics: A Quick and Easy Guide. John Willey & Sons, Inc.
- Ivon Flament (2001). Coffee Flavor Chemistry. John Willey & Sons, Inc.
- R.J. Clarke and O.G. Vitzthum (Eds.) (2001). Coffee: Recent Developments.
Blackwell Science.
- Consumers International and IIED (2005). From Bean to Cup: How Consumer Choice Impacts
Upon Coffee Producers and the Environment.
Consumers
International.
- S.K.Mangal (2007). Coffee:
Planting, Production
and Processing. Gene-Tech
Books.
- Bee Wilson (2008). Swindled:
Tthe Dark History of Food Fraud, from Poisoned Candy to Counterfeit Coffee.
Princeton University Press.
- Kevin Sinnott (2010). The
Art and Craft of Coffee: An Enthusiast’s Guide to Selecting, Roasting, and Brewing Exquisite Coffee.
Quarry Books.
- Jonathan Rubinstein and
Gabrielle Rubinstein (2012). Joe:
The Coffee Book. Lyons Press.
- Robert W. Thurston, Jonathan Morris and Shawn
Steiman (2013). Coffee: A
Comprehensive Guide to the Bean, the Beverage, and the Industry.
Rowman & Littlefield.
- Ivette Perfecto and John Vandermeer (2015). Coffee Agroecology: A New Approach to Understanding Agricultural Biodiversity, Ecosystem Services, and Sustainable Development. Routledge.
Terakhir, buat yang berminat mencari tahu atau memperdebatkan tentang untung ruginya minum kopi dan efeknya bagi kesehatan, silakan membaca beberapa sumber berikut:
- James N. Parker and Philip M. Parke
(Eds.) (2003). Coffee: A Medical Dictionary,
Bibliography, and Annotated Research Guide to Internet References. ICON Group International, Inc.
- Cal Orey (2012). The
Healing Powers of Coffee: A Complete Guide to Nature’s Surprising
Superfood. Kensington Books.
- Victor R. Preedy (Ed.) (2015). Coffee in Health and Disease Prevention. Elsevier.
“Jika ada kesempatan, saya berharap dapat membahas lebih banyak tentang beberapa
buku tersebut….”
1 komentar:
Di antara banyak referensi tersebut di atas, mana aja yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia?
Posting Komentar