Candra Kusuma
Minggu-minggu di akhir tahun 2015
ini, media massa tengah asik meliput berita tentang kisah segitiga antara bos
perusahaan tambang asing yang beroperasi di Indonesia, bos lembaga legislatif
dan bos perusahaan yang menguasai pengelolaan migas di Indonesia. Kata Mafia kemudian
menjadi sangat sering muncul dalam pemberitaan di media massa tersebut. Saya
jadi tergoda untuk membaca lagi literatur tentang per-Mafia-an ini.
Mafia: Dari Italia, ke Amerika, lalu Mendunia
Sepertinya, awal mula istilah
Mafia sendiri sesungguhnya tidak begitu jelas benar. Menurut Sifakis
(2005:291), tidak ada kesepakatan diantara para sejarawan --bahkan diantara
para mafiosi itu sendiri-- mengenai
asal dari kata Mafia. Ada yang berpendapat istilah Mafia mulai ada sejak tahun
1812 atau 1860. Ada juga yang menyebutkan Mafia pertama kali muncul pada Abad
13, yang merujuk pada perjuangan rakyat Italia melawan tekanan bangsa Perancis.
Slogan perjuangan merekea yang terkenal kala itu adalah “Morete alla Francia Italia anela!” (yang
kurang lebih maknanya: “Kematian Perancis adalah kebahagiaan Italia”). Kata MAFIA diambil dari huruf depan slogan
tersebut.
Versi lain menyebutkan asal-usul
kata Mafia dari satu peristiwa pada hari Senin Paskah tahun 1282 di
Palermo-Sicilia, ketika seorang tentara Perancis memperkosa seorang pengantin
perempuan di hari pernikahannya yang kemudian menyulut pemberontakan rakyat.
Kata Mafia diambil dari jeritan histeris sang ibu pengantin yang berlari
sepanjang jalan sambil berteriak “Ma fia…
ma fia…” yang artinya “anak perempuanku… anak perempuanku…”. Pada abad
ke-19, Mafia muncul sebagai budaya kriminal (criminal culture) di Italia, yang kadang mengganggu para tuan tanah
kaya, namun lebih sering menjadi tukang pukul bayaran untuk menakut-nakuti para
petani.
Albini dan McIllwain (2012:7)
mencatat bahwa ada sebagian orang yang berpendapat bahwa istilah Mafia adalah
sinonim dari nama tradisional Cosa Nostra (“Our Thing”), namun ada pula yang berpendapat bahwa keduanya adalah
organisasi yang berbeda. Cosa Nostra sendiri
baru muncul kembali ke permukaan pada tahun 1960-an.
Sementara Dickie (2014) punya
pendapat lain. Menurutnya, Mafia berawal di tahun 1860, dan mulai membesar dan
masuk dalam sistem masyarakat Italia tahun 1876. Tetapi, baru ketika mereka migrasi
ke Amerika pada awal tahun 1900-an, Mafia tumbuh menjadi kelompok-kelompok yang
lebih terorganisir dan lebih luas pengaruhnya. Keluarga-keluarga Mafia muncul
di kota-kota New York, Boston,
Philadelphia, Pittsburgh, Baltimore, New Orleans, Cleveland, Detroit, Chicago,
Kansas City, Denver, Los Angeles and San Francisco, Las Vegas, Newark, dll.
(diantaranya lihat Albanese, 2007; Ferrante, 2011; Albini dan McIllwain, 2012; Albanese,
2015). Lima keluarga Mafia yang paling terkenal di Amerika adalah Keluarga
Bonanno, Colombo, Genovese, Gambino dan Lucchese (Deitche, 2009). (Mengenai
sejarah Mafia dan Cosa Nostra lihat juga pada Paoli, 2003; Reppetto, 2004; Critchley, 2009; Cawthorne, 2011; Newton, 2011; Reski,
2012; Nicaso dan Danesi, 2013; Dickie, 2014)
Lebih jauh, pada akhirnya istilah
Mafia tidak lagi hanya secara eksklusif merujuk
pada kelompok kriminal asal Italia saja, namun sudah menjadi semacam istilah generik
untuk segala bentuk kejahatan terorganisir (organized
crime) di seluruh dunia (diantaranya lihat Sterling, 1994; Ryan, 1995;
Siegel, Allum dan Siebert, 2003; Bunt dan Zaitch, 2003; DeVito, 2005; Albanese,
2007; Siegel dan Nelen, 2008; Benson, 2008; Allum et.al., 2010; Briquet dan Favarel-Garrigues, 2010; McCarthy,
2011; Albini dan McIllwain, 2012; Paoli, 2014; dan
Albanese, 2015). Umumnya, mereka juga terkait dengan ikatan etnis atau
primordial tertentu (Albanese, 2015:12; McCarthy, 2011; Siegel, 2012). Tak heran,
meskipun berbeda dengan Mafia Italia dan mungkin sama sekali tidak
ada hubungan diantara mereka, kelompok/organisasi kriminal di berbagai negara kemudian juga umum disebut
orang sebagai Mafia, sehingga dikenal adanya istilah Mafia Irlandia, Mafia
Jepang (Yakuza), Mafia China (Triad dan Tong), Mafia Rusia, Mafia Cuba (Marelitos),
Mafia Albania, dll.
Albanese (2007:4) merangkum
pendapat dari berbagai ahli/penulis dan membuat definisinya sendiri, bahwa kejahatan
terorganisir adalah sebuah usaha kriminal yang bekerja secara rasional untuk
mendapatkan keuntungan dari kegiatan terlarang terkait dengan apa yang sering merupakan
permintaan atau kebutuhan publik yang besar. Keberadaannya terus dipertahankan
melalui penggunaan kekuatan, ancaman, kontrol monopoli, dan/atau korupsi
pejabat publik.[1]
Dengan kata lain, Mafia adalah kelompok penjahat terorganisir –baik dari kalangan
penjahat jalanan sampai pejabat/aparat pemerintahan-- yang melakukan berbagai
usaha baik legal maupun illegal untuk mencari keuntungan, dengan menggunakan
berbagai cara termasuk didalamnya penggunakan kekuatan, kekerasan dan
penyuapan/korupsi, dll. Sebagai contoh, dalam tubuh Mafia Italia dikenal adalah
hierarki mirip seperti dalam perusahaan, di mana ada banyak anggota biasa (pekerja/prajurit),
Capo (manajer menengah), Don (bos: ada ‘bos kecil’ dan ‘bos besar’),
Consigliere (penasehat), konsultan/tenaga
lepas, dll. (lihat Ferrante, 2011).
Mafia di Indonesia: Dari ‘Mafia Berkeley’ ke ‘Mafia Palugada’
Istilah Mafia bukan barang baru
di Indonesia. Jika Mafia asli di Italia (dan kemudian di Amerika) muncul
sebagai bentuk perlawanan atau budaya tanding atas kekuasaan pemerintah di
sana, maka Mafia di Indonesia justru lahir dari rumah penguasa sendiri.
Di awal Orde Baru, ada istilah ‘Mafia Berkeley’ (diantaranya lihat Baswir,
2006). Istilah ini pertama kali digunakan oleh David Ransom (1970). Sama sekali
berbeda dari makna awalnya, namun lebih melambangkan sebagai sekelompok orang
berpengaruh yang menurut Ransom telah bertindak jahat di Indonesia. Mafia
Berkeley merujuk pada kelompok elit intelektual lulusan University of
California, Berkeley di AS di tahun 1960-an (sesungguhnya juga banyak yang
merupakan alumni dari MIT dan Cornell). Mereka kemudian banyak yang menjadi
dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan menjadi “otak” pada kementerian
perekonomian dan perencanaan pembangunan di era Orde Baru, diantaranya Widjojo
Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, Mohamad Sadli, Barli Halim, J.B.
Sumarlin, dll.
Menurut Ransom, pemerintah AS melalui RAND Corporation
(lembaga think tank yang dekat dengan
pemerintah AS) dan Ford Foundation berperan besar membentuk para ekonom-birokrat-teknokrat
yang beraliran ekonomi liberal tersebut. Tokoh yang lebih awal yang turut
mempengaruhi kelompok ini adalah Soedjatmoko (kuliah di Harvard, pernah jadi
dosen di Cornell, Duta Besar Indonesia di AS, dan dewan direktur Ford
Foundation) dan Sumitro Djojohadikusumo (ekonom di era Soekarno, dan dianggap
dekat dengan AS melalui Ford Foundation) (tentang Mafia Berkeley dan Ford
Foundation ini lihat juga Siskel et.al., 2003:15; dan Korey, 2007).
Di masa Suharto berkuasa, konon ada yang disebut
juga sebagai ‘Mafia Geng Sembilan Naga’
yang anggotanya adalah para pengusaha yang dekat dengan lingkaran Cendana.[2]
Setelah Orde Baru “tumbang” di tahun 1998, ternyata rakyat Indonesia justru
malah menjadi semakin familiar dengan istilah Mafia ini. Muncul banyak pemain dan
kelompok baru, yang mungkin juga merupakan kembangan atau pecahan dari para
pemain lama. Ada Mafia sektoral yang
terkait dengan komoditas penting tertentu seperti Mafia Migas, Mafia Tambang,
Mafia Beras, Mafia Daging, Mafia Ikan,
Mafia Kayu, Mafia Pupuk, dll. Ada pula Mafia yang bermain di bidang atau urusan
tertentu seperti Mafia Hukum, Mafia Peradilan, Mafia Pajak, Mafia Sepak
Bola, dll. Semuanya berkonotasi negatif, yang merujuk pada konspirasi atau
persekutuan jahat --yang umumnya melibatkan segitiga kongkalikong antara
pengusaha rakus/hitam, birokrat dan aparat korup, serta politisi “makelar
proyek”-- yang semuanya bertujuan mencari rente bagi kepentingan pribadi dan
kelompoknya, meskipun dengan merugikan negara/rakyat.
Berbeda dengan Mafia Berkeley
yang memang lebih intelektual dan ideologis (meski cenderung hanya dimanfaatkan
oleh kepentingan ekonomi rente dari penguasa saja), para Mafia generasi baru
ini kelihatannya semata lebih didorong oleh kerakusan dan mental korup mereka saja.
Tak heran jika perilaku ekonomi mereka justru terlihat lebih primitif, telanjang,
kasar dan brutal. Pelakunya juga semakin banyak, meski sesunguhnya tidak jauh
dari lingkaran kekuasaan yang itu-itu juga. Dan karena tampaknya mereka ini
juga tidak puas hanya bermain di satu arena saja tetapi juga merambah di segala
sektor, bidang, urusan dan lembaga, maka --mengikuti kebiasaan di Indonesia
yang gemar membuat istilah aneh dan konyol-- dapatlah kiranya mereka diberi
sebutan baru: ‘Mafia Rupa-rupa’ atau
‘Mafia Palugada’ (“apa lu perlu gua ada”) atau boleh juga ‘Mafia Palugata’ (“apa yang ada di elu, gua minta”). Jadi kalau memang ada tempat kumpul khusus
para Mafia --yang mungkin sebagian ada di kantor kementerian, gedung parlemen atau
hotel-hotel tertentu-- saya kira bisa juga nanti kita sebut sebagai ‘Pumasera’ alias ‘Pusat Mafia Serba Ada’ he..he..he..
----------
Sumber:
- Albanese, Jay S. (2007). Organized Crime in Our Times. Fifth Edition. LexisNexis Group, New Jersey.
- Albanese, Jay S. (2015). Organized Crime: From the Mob to the Transnational Organized Crime. Seventh Edition. Elvesier, Massachusetts.
- Albini, Joseph L. dan Jeffrey Scott McIllwain (2012). Deconstructing Irganized Crime: A Historical and Theoritical Study. McFarland & Company, Inc., North Carolina.
- Allum, Felia dan Renate Siebert (Eds.) (2003). Organized Crime and the Challenge to Democracy. Routledge, London.
- Allum, Felia, et.al. (Eds.) (2010). Defining and Defying Organized Crime: Discourse, Perceptions and Reality. Routledge, London.
- Baswir, Revrisond (2006). Mafia berkeley dan krisis ekonomi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
- Benson, Michael (2008). Organized Crime. Infobase Publishing, Massachussets.
- Brique, Jean-Louis t dan Gilles Favarel-Garrigues (Eds.) (2010). Organized Crime and States: The Hidden Face of Politics. Translated by Roger Leverdier et.al. Palgrave Macmillan, New York.
- Cawthorne, Nigel (2011). The History of yhe Mafia. Arcturus, London.
- Critchley, David (2009). The Origin of Organized Crime in America: The New York City Mafi a, 1891–1931. Routledge, New York.
- Deitche, Scott M. (2009). The Everything Mafia Book: True-life Accounts of Legendary Figures, Infamous Crime Families, and Nefarious Deeds. 2nd Edition. Adams Media, Massachussets.
- DeVito, Carlo (2005). The Encyclopedia of International Organized Crime. Facts On File, Inc. New York.
- Dickie, John (2014). Cosa Nostra: A History of the Sicilian Mafia. Palgrave Macmillan Ltd., Hampshire.
- Ferrante, Louis (2011). Mob Rules: What The Mafia Can Teach The Legitimate Businessman. Portfolio/Penguin, New York.
- Korey, William (2007). Taking on the World's Repressive Regimes: The Ford Foundation's International Human Rights Policies and Practices. Palgrave Macmillan Ltd., New York.
- McCarthy, Dennis M. P. (2011). An Economic History of Organized Crime: A National and Transnational Approach. Routledge, Oxfordshire-UK.
- Newton, Michael (2011). Chronology of Organized Crime Worldwide, 6000 B.C.E. to 2010. McFarland & Company, Inc., North Carolina.
- Nicaso, Antonio dan Marcel Danesi (2013). Made Men: Mafia Culture and the Power of Symbols, Rituals, and Myth. Rowman and Littlefield Publishers, Inc., Maryland.
- Paoli, Letizia (2003).Mafia brotherhoods : organized crime, Italian style. Oxford University Press, Inc., New York.
- Paoli, Letizia (Ed.) (2014). The Oxford Handbook of Organized Crime. Oxford University Press, New York
- Ransom, David (1970). “The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre,” pada Ramparts, Vol.9, No.4, October 1970, pp.26-28, 40-49.
- Reppetto, Thomas (2011). American Mafia: A History of Its Rise to Power. Henry Holt and Company, LLC., New York.
- Reski, Petra (2012). The Honoured Society: The Secret History of Italy’s Most Powerful Mafia. Diterjemahkan oleh Shaun Whiteside. Atlantic Books Ltd., Great Britain.
- Ryan, Patrick J. (1995). Organized Crime: A Reference Handbook. ABC-CLIO, Inc., Caifornia.
- Siegel, Dani, Henk van de Bunt, dan Damián Zaitch (Eds.) (2003). Global Organized Crime: Trends and Developments. Springer, Dordrecht.
- Siegel, Dani dan Hans Nelen (Eds.) (2008). Organized Crime: Culture, Markets and Policies. Springer, New York.
- Siegel, Dina dan Henk van de Bunt (2012). Traditional Organized Crime in the Modern World: Responses to Socioeconomic Change. Springer, New York.
- Sifakis, Carl (2005). The Mafia Encyclopedia: From Accardo to Zwillman. Third Edition. Facts On File, Inc., New York.
- Siskel, Suzanne E., et.al. (Eds.) (2003). Celebrating Indonesia: Fifty Years with the Ford Foundation 1953-2003). Ford Foundation.
- Sterling, Claire (1994). Thieves’ World: The Threat of the New Global Network of Organized Crime. Simon & Schuster, New York.
Endnotes:
[1] “Organized crime is a continuing criminal
enterprise that rationally works to profit from illicit activities that are
often in great public demand. Its continuing existence is maintained through
the use of force, threats, monopoly control, and/or the corruption of public
officials” (Albanese, 2007:4).
[2] Lihat “Membidik Jaringan Mafia Sembilan Naga Ala KPK, “ 22 Juni 2014, http://www.kabarsatu.co/archives/4205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar