Baca

Baca

Senin, 15 Juni 2015

"Rasa Cinta dalam Secangkir Kopi"



Candra Kusuma


Suka minum kopi?, atau bahkan sudah kecanduan?”

Saya juga peminum kopi. Sehari diupayakan paling banyak dua gelas saja. Jauh lebih sedikit dibanding beberapa tahun lalu –sebelum diperingatkan dokter karena terkena maag cukup berat-- yang bisa sampai 4-6 gelas sehari. Boleh dibilang agak kecanduan, karena saya bisa senewen  kalau sehari saja tidak ketemu kopi. "Rasanya, kopi bisa membantu saya menjadi lebih tenang..."

Bisa jadi saya ketularan ibu yang memang rutin minum kopi. Sejak remaja saya suka ikutan mencicip kopi yang beliau buat tiap siang, dan akhirnya keterusanlah sampai sekarang ini.

Tapi sayangnya saya sama sekali bukan ahli tentang kopi. Saya tidak paham jenis, asal-usul dan ‘deskripsi rasa’ dari tiap biji kopi yang berbeda. Jadi saya senang sekali ketika awal 2013 lalu berjumpa dengan novel ini di deretan rak toko buku. Novel yang saya maksud adalah The Various Flavours of Coffee: Rasa Cinta dalam Kopi yang ditulis oleh Anthony Capella. Novel terjemahan ini diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2012, sementara edisi aslinya dalam Bahasa Inggris terbit pertama kali tahun 2008.

----

Novel ini berkisah tentang Robert Wallis, seorang penyair amatir dengan gaya hidup borjuis muda yang gemar kongkow di café-café di London. Pada akhir 1890-an, café memang menjadi bagian dari gaya hidup kaum elite dan menengah di Eropa sebagai tempat ngobrol, diskusi, berdebat, atau sekedar saling pamer diri saja. Di kemudian hari para pemikir sosial seperti Habermas dkk., menyebut café sebagai bagian penting dari tumbuhnya public sphere dan pemikiran demokrasi di Eropa.

Satu ketika secara kebetulan Wallis bertemu dengan Samuel Pinker, pemilik Castle Coffee, yaitu perusahaan yang terlibat dalam perdagangan kopi internasional. Sadar bahwa Wallis pandai mengolah kata, Pinker kemudian memberinya pekerjaan untuk menyusun daftar “kosakata kopi” berdasarkan cita rasa dan aroma kopi, yang kemudian mereka sebut sebagai “Metode Pinker-Wallis Untuk Penjelasan dan Klasisifikasi Berbagai Rasa Kopi” atau kemudian mereka singkat sebagai “Pedoman Pinker-Wallis” saja. Pedoman tersebut dijadikan Pinker dan Castle Coffee sebagai dasar dan standar dalam mengklasifikasi dan mengolah jenis kopi yang akan diproduksinya. Bahkan kemudian mereka juga menciptakan “kotak sampel” yang berisi wewangian yang merupakan bau inti yang dapat dipakai sebagai acuan bagi para pencicip kopi di distributor dan pabrik Castle Coffee.

Deskripsi yang dibuat Wallis memang terlihat unik, dan umumnya mengacu pada bau, bentuk, warna dan rasa yang sudah dikenal cukup umum sebelumnya. Coba simak contoh dari daftar deskripsi rasa dan aroma berikut:

Pikirkan rasa-rasa ini. Asap adalah api yang berderak dalam tumpukan dedaunan mati di musim gugur; udara dingin, terasa garing dalam lubang hidung. Vanili adalah pulau rempah-rempah hangat dan sensual yang dihangatkan oleh matahari tropis. Berdamar mempunyai ketajaman kental dari biji cemara atau terpentin. Semua kopi, Kalau diamati dengan seksama, samar-samar mempunyai bau bawang bakar, kain linen bersih atau rumput yang sudah dipotong. Ada yang sudah mengeluarkan bau yang sudah meragi, seperti apel yang baru saja dikupas, sementara yang lain mempunyai rasa asam seperti kanji, dari kentang mentah. Ada yang mengingatkanmu pada lebih dari satu rasa: kami mendapati satu kopi yang menggabungkan seledri dan blackberry, yang lain mengawinkan melati  dengan roti jahe, yang ketiga yang menyatukan cokelat dengan bau wangi yang samar-samar dari timun segar yang renyah… 
(The Various…, hal.82)

Novel ini juga mengambil kutipan yang menarik tentang rasa dan aroma kopi dari beberapa buku lainnya yang juga mengangkat tema mengenai kopi. Diantaranya ini: ‘Cemara’ –aroma nikmat, segar, dan seperti pedalaman ini berasal dari kayu yang belum diolah, dan hampir serupa dengan serutan pensil. Ditandai oleh minyak inti alami dari cemara Atlas. Berbau lebih tajam pada panen matang (Jean Lenoir, Le Nez du Café). Atau ini: ‘Hijau’ –rasa keasaman yang dikeluarkan kacang hijau yang belum matang (Michael Sivetz, Coffee Technology). Juga ini: ‘Bergelora’ –rasa yang pahit yang umumnya terjadi karena pemanggangan berlebihan (Smith, Coffee Tasting Terminology). Dan juga ini: ‘Seperti ter’ –cacat rasa yang memberi kopi sifat gosong yang tidak enak (Lingle, The Coffee Cupper’s Handbook).

-----

Namun bagi saya, sejatinya buku ini bukan hanya bicara tentang kopi, tapi juga kritik sosial terhadap imperialisme Barat. Dari pengalamannya mengelola perkebunan dan perdagangan kopi di Afrika, Wallis melihat adanya ketidakadilan yang nyata. Dalam berbagai kesempatan, baik secara samar maupun terang-terangan, Wallis mengkritik kelakuan para penguasa dan pedagang di Eropa yang menjadikan Afrika sebagai tanah jajahan, memperlakukan penduduknya sebagai budak, dan mengambil kekayaan alamnya sesuka hati.

Artikel-artikelku muncul, dan dalam beberapa minggu aku tahu apa artinya dihormati dan dijamu. Ada undangan-undangan ke rumah-rumah pribadi—pesta malam di mana aku diharapkan mendebarkan para tamu dengan kisah-kisah tentang orang biadab yang haus darah dan keeksotisan Afrika, semuanya dikemas dengan rapi dengan komentar-komentar basi bahwa Perdagangan suatu hari  akan mengubah tempat itu menjadi Eropa lain. Aku mengecewakan. Dalam artikel-artikelku aku terpaksa melembutkan pendapatku atau harus mengalami tulisanku ditolak, tetapi di ruang-ruang tamu Mayfair dan Westminster aku tidak terlalu hati-hati. Aku menunjukkan bahwa orang-orang biadab dan haus darah satu-satunya yang pernah kutemui, memakai kulit putih dan seragam khaki; bahwa apa yang sekarang kami sebut Perdagangan hanya kelanjutan perbudakan dengan cara yang lebih berliku-liku; bahwa orang-orang pribumi di tempat aku tinggal sama tinggi wawasan kebudayaan mereka dengan masyarakat manapun yang kutemui di Eropa. Orang-orang mendengarkan aku dengan sopan, sesekali saling melempar tatapan berarti, lalu berkata hal-hal semacam, “Tetapi kalau begitu, Mr Wallis, apa yang harus Dilakukan dengan Afrika?
           
Dan aku menjawab, “Astaga, tidak ada. Kita harus menyingkir dari sana—mengakui bahwa kita tidak memiliki sedikitpun, dan pergi saja. Kalau kita ingin kopi Afrika, kita harus membayar orang Afrika untuk menanamnya. Bayar sedikit lebih banyak kalau perlu, sehingga mereka punya kesempatan untuk mulai sendiri. Akan menguntungkan dalam jangka panjang.

Ini bukan sesuatu yang ingin mereka dengar…
(The Various …, hal.498-499)

Membaca novel ini membuat saya teringat novel lain yang juga berkisah tentang kolonialisme dan perkebunan kopi di Indonesia masa lampau, yakni Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company yang ditulis Multatuli alias Douwes Deker tahun 1860. “Apakah novel Capella ini memang diinspirasi oleh kisah yang ditulis Multatuli hampir 150 tahun sebelumnya? Bisa jadi…



-----

Selain itu novel ini juga berkisah tentang pemberontakan yang lain, yakni keterlibatan Emily Pinker, putri tunggal Samuel Pinker, dalam gerakan persamaan hak perempuan di Inggris. Dia terlibat dalam demonstrasi dan mogok makan, ditangkap, diadili, dipenjara, tetap ngotot melanjutkan mogok makan selama di penjara, sampai akhirnya meninggal di rumah sakit.

Kisah Emily tampaknya juga mengambil latar belakang konteks sosial yang sesungguhnya terjadi di Inggris, Eropa dan Amerika pada awal Abad 20. Pada awal tahun 1900-an, Inggris memang tengah bergejolak berkenaan dengan tuntutan keras dari kaum perempuan yang dimotori oleh para buruh perempuan dari pabrik tekstil di Northern England, yang awalnya menuntut kelayakan upah. Gerakan tersebut kemudian meluas dan dengan tuntutan lain yang lebih politis, yaitu hak perempuan untuk juga ikut memilih dalam Pemilu dan menjadi pejabat publik. Salah satu tokohnya kala itu adalah Emmeline Pankhurst yang menjadi pendiri Women's Social and Political Union (WSPU) (diantaranya, lihat June Purvis (2002), Emmeline Pankhurst: A Biography, Routledge). “Apakah nama dan kisah Emily juga diinspirasi dari tokoh Emmeline ini? Bisa jadi…”



-----

Saya suka novel ini, dan meskipun terjemahannya cukup tebal –lebih dari 650 halaman— ternyata saya sudah dua kali membacanya. Rasanya cukup lengkap buat saya: ada kisah tentang kopi, ada sejarah kopi dan gerakan sosial juga, plus bumbu roman barang sedikit. Ungkapan “If a book is well written, I always find it too short” dari Jane Austen rasanya ada benarnya juga dalam kasus novel ini.

-----

Sebagai penutup, bagi yang gemar membaca tentang kisah kopi dan kaitannya dengan konteks sosiologis dan political ekonomi per-kopi-an, izinkan saya menyarankan beberapa buku dan artikel yang saya anggap cukup menarik untuk dibaca:
  • Multatuli (1868). Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company. Edmonton & Douglas.
  • Charles W. Bergquist (1986). Coffee and Conflict in Colombia, 1886-1910. Duke University Press.
  • Ralgh S. Hattox (1996). Coffee and Coffeehouses: The Origins of a Social Beverage in the Medieval Near East. University of Washington Press.
  • Stewart Lee Allen (2001). The Devil’s Cup: Coffee, The Driving Force in History. Canongate.
  • William Gervase Clarence-Smith and Steven Topik  (Eds.) (2003). The Global Coffee Economy in Africa, Asia, and Latin America, 1500–1989. Cambridge University Press.
  • Steven Topik (2004). “The World Coffee Market in the Eighteenth And Nineteenth Centuries, from Colonial To National Regimes,”  Working Paper No. 04/04, May, 2004.
  • Brian Cowan (2005). The Social Life of Coffee: The Emergence of the British Coffeehouse. Yale University Press.
  • John Scalzi (2007). You're Not Fooling Anyone When You Take Your Laptop to a Coffee Shop: Scalzi on Writing. Subterranean Press.
  • Dana Sajdi (2007). Ottoman Tulips, Ottoman Coffee: Leisure and Lifestyle in the Eighteenth Century. Tauris Academic Studies.
  • Bryant Simon (2009). Everything but the Coffee: Learning about America from Starbucks. University of California Press, Ltd.
  • Mark Pendergrast (2010). Uncommon Grounds: The History of Coffee and How it Transformed Our World. Basic Books.
  • Catherine M. Tucker (2011). Coffee Culture: Local Experiences, Global Connections. Routledge.
  • Scott F. Parker and Michael W. Austin (2011). Coffee: Philosophy for Everyone. Grounds for Debate. John Wiley & Sons, Ltd.
  • Anette Moldvaer (2014). Coffee Obsession. DK Publishing.

Juga bagi yang berminat membaca literatur mengenai isu ketidakadilan dalam industri kopi dan makin kuatnya tuntutan agar dapat dibangun sistem perdagangan yang lebih adil (fair trade), saya sarankan beberapa sumber berikut:
  • Marco Palacios (1980). Coffee in Colombia, 1850-1970. Cambridge University Press.
  • Benoit Daviron and Stefano Ponte (2005). The Coffee Paradox: Global Markets, Commodity Trade and the Elusive Promise of Development. Zed Books.
  • Nina Luttinger and Gregory Dicum (2006). The Coffee Book: Anatomy of an Industry from Crop to the Last Drop. The New Press.
  • Daniel Jaffee (2007). Brewing Justice: Fair Trade Coffee, Sustainability, and Survival. University of California Press.
  • Catherine M. Tucker (2008). Changing Forests: Collective Action, Common Property, and Coffee in Honduras. Springer.
  • Christopher M. Bacon (Eds.) (2008). Confronting the Coffee Crisis: Fair Trade, Sustainable Livelihoods and Ecosystems in Mexico and Central America. The MIT Press.
  • Peter Luetchford (2008). Fair Trade and a Global Commodity: Coffe in Costa Rica. Pluto Press.
  • Sarah Lyon (2011). Coffee and Community: Maya Farmers and Fair-Trade Markets. University Press of Colorado.
  • Ruerd Ruben and Paul Hoebink (Eds.) (2015). Coffee Certification in East Africa: Impact on Farms, Families and Cooperatives. Wageningen Academic Publishers.

Sementara bagi yang tertarik dengan teknologi produksi dan pengolahan kopi, beberapa literatur yang dapat saya sarankan adalah:
  • M.N. Clifford and K.C. Wilson (1985). Coffee: Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverage. Croom Helm Ltd.
  • R.J. Clarke and R. Macrae (1989). Coffee. Vol. 2: Technology. Elsevier Science Publishers Ltd.
  • Kevin Knox and Julie Sheldon Huffaker (1997). Coffee Basics: A Quick and Easy Guide. John Willey & Sons, Inc.
  • Ivon Flament (2001). Coffee Flavor Chemistry. John Willey & Sons, Inc.
  • R.J. Clarke and O.G. Vitzthum (Eds.) (2001). Coffee: Recent Developments. Blackwell Science.
  • Consumers International and IIED (2005). From Bean to Cup: How Consumer Choice Impacts Upon Coffee Producers and the Environment. Consumers International.
  • S.K.Mangal (2007).  Coffee: Planting, Production and Processing. Gene-Tech Books.
  • Bee Wilson (2008). Swindled: Tthe Dark History of Food Fraud, from Poisoned Candy to Counterfeit Coffee. Princeton University Press.
  • Kevin Sinnott (2010). The Art and Craft of Coffee: An Enthusiast’s Guide to Selecting,   Roasting, and Brewing Exquisite Coffee. Quarry Books.
  • Jonathan Rubinstein and Gabrielle Rubinstein (2012). Joe: The Coffee Book. Lyons Press.
  • Robert W. Thurston, Jonathan Morris and Shawn Steiman (2013). Coffee: A Comprehensive Guide to the Bean, the Beverage, and the Industry. Rowman & Littlefield.
  • Ivette Perfecto and John Vandermeer (2015). Coffee Agroecology: A New Approach to Understanding Agricultural Biodiversity, Ecosystem Services, and Sustainable Development. Routledge.

Terakhir, buat yang berminat mencari tahu atau memperdebatkan tentang untung ruginya minum kopi dan efeknya bagi kesehatan, silakan membaca beberapa sumber berikut:
  •  Astrid Nehlig (Ed.) (2004). Coffee, Tea, Chocolate, and The Brain. CRC Press.
  • James N. Parker and Philip M. Parke (Eds.) (2003). Coffee: A Medical Dictionary, Bibliography, and Annotated Research Guide to Internet References. ICON Group International, Inc.
  • Cal Orey (2012). The Healing Powers of Coffee: A Complete Guide to Nature’s Surprising Superfood. Kensington Books.
  • Victor R. Preedy (Ed.) (2015). Coffee in Health and Disease Prevention. Elsevier.

Jika ada kesempatan, saya berharap dapat membahas lebih banyak tentang beberapa buku tersebut….”